Orang/ Golongan Yang Boleh Tidak Berpuasa

Bookmark and Share
Orang/ Golongan Yang Boleh Tidak Berpuasa, Orang Yang Wajib Tidak Puasa dan Orang Yang Wajib Berpuasa - Buka Mata. Semoga artikel blog Buka Mata mengenai Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa, Orang Yang Wajib Tidak Puasa dan Orang Yang Wajib Berpuasa bermanfaat bagi kita semua terutama bagi saya pribadi.

A. Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa

1. Orang sakit
Para ulama sepakat mengenai bolehnya orang sakit untuk tidak berpuasa secara umum. Tetapi ketika sembuh, harus mengqodho’nya (menggantinya di hari yg lain). Dasar dalilnya adalah firman Allah Ta’ala(yg artinya), “…Dan barang siapa sakit atau dlm perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yg ditinggalkannya itu, pada hari-hari yg lain...” (QS. Al Baqarah: 185)

Untuk orang sakit ada tiga macam:
  • Sakitnya ringan & tdk berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa. misalnya pilek, pusing atau sakit kepala yg ringan, & perut keroncongan. Untuk sakit spt ini tetap diharuskan untuk berpuasa.
  • Sakitnya bisa bertambah parah atau akan menjadi lama sembuhnya & menjadi berat jika berpuasa, namun hal ini tdk membahayakan. Untuk sakit spt ini dianjurkan untuk tdk berpuasa & dimakruhkan jika tetap ingin berpuasa.
  • Sakit yg apabila tetap berpuasa akan menyusahkan dirinya bahkan bisa mengantarkan pada kematian. Untuk sakit spt ini diharamkan untuk berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yg artinya), “& janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An Nisa’: 29)

2. Orang yg bersafar
Musafir yg melakukan perjalanan jauh memperoleh keringanan untuk mengqoshor shalat disyari’atkan untuk tdk berpuasa.
Dalil di dalam alquran adalah firman Allah Ta’ala(yg artinya), “… Dan barang siapa sakit atau dlm perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yg ditinggalkannya itu, pada hari-hari yg lain…” (QS. Al Baqarah: 185)
Mayoritas sahabat, tabi’in & empat imam madzhab berpendapat bahwa berpuasa ketika safar itu sah.

3 Kondisi orang yg safar
  • Kondisi pertama yaitu jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yg baik ketika itu, maka lebih utama untuk tdk berpuasa.
Jabir mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yg berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yg diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, “Siapa ini?” Orang-orang pun mengatakan, “Ini adalah orang yg sedang berpuasa.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bukanlah suatu yg baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar”.” (HR. Bukhari & Muslim). Di sini dikatakan tdk baik berpuasa ketika safar karena ketika itu adalah kondisi yg menyulitkan.
  • Kondisi kedua yaitu jika tdk memberatkan untuk berpuasa & tdk menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa.
Dari Abu Darda’, beliau berkata, “Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari yg cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yg begitu panas. Di antara kami tdk ada yg berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja & Ibnu Rowahah yg berpuasa ketika itu.” (HR. Bukhari & Muslim) Apabila tdk terlalu menyulitkan ketika safar, maka puasa itu lebih baik karena lebih cepat terlepasnya kewajiban. Begitu pula hal ini lebih mudah dilakukan karena berpuasa dengan orang banyak itu lebih menyenangkan daripada mengqodho’ puasa sendiri sedangkan orang-orang tdk berpuasa.
  • Kondisi ketiga yaitu jika berpuasa akan mendapati kesulitan yg berat bahkan dapat mengantarkan pada kematian, maka pada saat ini wajib tdk berpuasa & diharamkan untuk berpuasa.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah & Madinah), orang-0rang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya & orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yg mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yg tetap berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Mereka itu adalah orang yg durhaka. Mereka itu adalah orang yg durhaka”.” (HR. Muslim). Nabi mencela keras seperti ini karena berpuasa dlm kondisi sangat-sangat sulit seperti ini adalah sesuatu yg tercela.

3. Orang yg Sudah Tua & Lemah, Juga Orang Sakit yg Tidak Kunjung Sembuh
Para ulama sepakat bahwa orang tua yg tdk mampu berpuasa, boleh baginya untuk tdk berpuasa & tdk ada qodho bagi mereka. Menurut sebagian besar ulama, cukup bagi mereka untuk memberi fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yg ditinggalkan. Pendapat mayoritas ulama inilah yg lebih kuat. Dalilnya berdasarkan firman Allah Ta’ala (yg artinya), “& wajib bagi orang-orang yg berat menjalankannya (jika mereka tdk berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”(QS. Al Baqarah: 184)
Begitu pula orang sakit yg tdk kunjung sembuh, maka dia disamakan dengan orang tua yg tdk mampu melakukan puasa sehingga dia diharuskan mengeluarkan fidyah (memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yg ditinggalkan).

Cara menunaikan fidyah
Adapun ukuran fidyah adalah setengah sho’ kurma, gandum atau beras sebagaimana yg biasa dimakan oleh keluarganya. Sedangkan ukuran satu sho’ adalah sekitar 2,5 atau 3 kg. Jika kita ambil satu sho’ adalah 3 kg (untuk kehati-hatian) berarti ukuran fidyah adalah sekitar 1,5 kg. 

Cara menunaikannya adalah:
  • Pertama, memberi makanan pokok tadi kepada orang miskin. Misalnya memiliki utang puasa selama 7 hari. Maka caranya adalah tujuh orang miskin masing-masing diberi 1,5 kg beras.
  • Kedua, membuat suatu hidangan makanan seukuran fidyah yg menjadi tanggungannya. Setelah itu orang-orang miskin diundang & diberi makan hingga kenyang. Misalnya memiliki 10 hari utang puasa. Maka caranya adalah sepuluh orang miskin diundang & diberi makanan hingga kenyang. Bahkan lebih bagus lagi jika ditambahkan daging, dll. (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dlm Majelis Syahri Ramadhan & beberapa fatwa beliau)
4. Wanita Hamil & Wanita Menyusui
Jika wanita hamil takut terhadap janin yg berada dlm kandungannya & wanita menyusui takut terhadap bayi yg dia sapih karena sebab keduanya berpuasa, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa. Hal ini disepakati oleh para ulama. Dasar dalil yg menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil & wanita menyusui.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Namun apakah mereka memiliki kewajiban qodho ‘ ataukah fidyah? Pendapat yg terkuat adalah pendapat yg mengatakan bahwa cukup dengan fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqodho’.
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, “Keringanan dlm hal ini adalah bagi orang yg tua renta & wanita tua renta & mereka mampu berpuasa. Mereka berdua berbuka jika mereka mau & memberi makan kepada orang miskin setiap hari yg ditinggalkan, pada saat ini tdk ada qodho’ bagi mereka. Kemudian hal ini dihapus dengan ayat (yg artinya): “Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Namun hukum fidyah ini masih tetap ada bagi orang yg tua renta & wanita tua renta jika mereka tdk mampu berpuasa. Kemudian bagi wanita hamil & menyusui jika khawatir mendapat bahaya, maka dia boleh berbuka (tdk berpuasa) & memberi makan orang miskin bagi setiap hari yg ditinggalkan.” (Dikeluarkan oleh Ibnul Jarud dlm Al Muntaqho & Al Baihaqi)
Inilah yg menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas & Ibnu ‘Umar. & tdk diketahui ada sahabat lain yg menyelisihi pendapat keduanya. Juga dapat kita katakan bahwa hadits Ibnu ‘Abbas yg membicarakan surat Al Baqarah ayat 185 dihukumi marfu’ (sebagai sabda Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam). Alasannya, karena ini adalah perkataan sahabat tentang tafsir yg berkaitan dengan sababun nuzul (sebab turunnya surat Al Baqarah ayat 185). Maka hadits ini dihukumi sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sudah dikenal dlm ilmu mustholah. Wallahu a’lam.

B. Orang/ Golongan Yang Wajib Tdk Berpuasa

1. Wanita yg Mengalami Haidh & Nifas
Para ulama sepakat bahwa wanita haidh & nifas tdk sah untuk berpuasa & mereka haram untuk puasa. & setelah kembali suci, dia wajib mengqodho puasanya.
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah ketika haidh, wanita itu tdk shalat & juga tdk puasa. Inilah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhari). ‘Aisyah mengatakan, “Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa & kami tdk diperintahkan untuk mengqodho shalat.” (HR. Muslim)
Bagaimanakah Puasa untuk Wanita Istihadhoh (Darahnya bukan darah haidh & nifas, namun darah yg tdk normal)? Wanita istihadhoh tetap memiliki kewajiban berpuasa, begitu pula shalat berdasarkan kesepakatan para ulama.

2. Orang yg khawatir jika berpuasa dirinya akan mati. Orang seperti ini wajib tdk puasa.


3. Orang/ Golongan Yang Wajib Berpuasa
Yaitu orang yang memenuhi syarat puasa setiap muslim, baligh, berakal, sehat (tdk sakit), bermukim (bukan musafir), wanita yg suci dari haidh & nifas.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar